Namaku Agina, mahasiswa fakultas Hukum di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Aku lahir dari keluarga yang mengajarkanku untuk hidup mandiri. Sebenarnya hukum bukanlah keinginanku, tapi apa daya orangtuaku menginginkan aku menggeluti bidang ini. Aku sangat menyukai dunia fashion, jurnalistik, dan seni.
Pernah terlintas dalam benakku untuk berlari sejauh mungkin. Menghilang bak ditelan bumi dalam bayangan semu kehidupan yang fana. Ketika semua orang tak ada lagi yang peduli. Namun, kembali aku tersadar. Aku masih memiliki mereka.
Orang yang selalu berjuang untukku. Dengan peluh dan kegigihan yang tiada pernah hilang. Raut wajah yang kini telah menua, yang selalu berjuang demi buah cintanya. Ya, mereka adalah orangtuaku. Orang yang selalu berada di balik layar kehidupanku di dunia ini.
Tanpa mereka, aku tidak akan berada di sini. Mereka adalah rumahku, tempat yang selalu dan selalu ingin aku singgahi. Tempat yang indah, tenteram, nyaman, dan damai. Aku tak pernah lelah untuk mengenang semua kenangan indah bersama mereka.
Setiap canda dan tawa, setiap tangis dan lara. Mereka ukir dalam hari-hari indah kehidupanku. Mereka adalah alasanku berada disini. Di tempat yang jauh dari kota kelahiranku, rumahku. Berjuang untuk kebahagiaan, senyum, tawa, bahkan tangisan haru dari bibirnya.
Ibu, beliau adalah tangis dan tawaku. Walaupun kata-kata pedasnya selalu menusuk relung hatiku. Tapi ibu dengan sabar memberikan petuah-petuahnya. Beliau adalah malaikat tanpa sayap, yang selalu ada ketika aku membutuhkannya.
Tangisannya selalu menjadi sayatan terdalam untukku. Air matanya selalu menjadi luka yang tak akan pernah dapat aku obati. Setiap kata kasar yang terkadang keluar dari mulut ini, seolah menjadi cambuk untukku. Hanya doa dan harapan yang dapat aku panjatkan demi kesehatannya.
Mami adalah panggilan sayangku dan adikku untuk ibu kami tercinta. Mami yang selalu berjuang untuk meluluhkan hati papi. Papi adalah orang yang sangat tegas. Mungkin karena profesinya yang menuntut beliau untuk bersikap tegas dan berwibawa.
Pernah suatu hari, ketika aku ingin sekali kuliah di kota ini. Kota yang cukup jauh dari kota kelahiranku. Papi dengan tegas mengatakan bahwa beliau tidak ingin aku menuntut ilmu di kota ini. Namun mami dengan kelembutannya meluluhkan hati papi.
Hari itu adalah hari terakhir pendaftaran. Mami dengan raut wajah yang lelah, mengantarkan aku ke kota ini untuk melakukan pendaftaran ulang. Aku tahu saat itu kondisi mami sedang tidak baik. Tapi mami mengantarku, tanpa mempedulikan kondisinya yang sedang sakit. Padahal saat itu aku sudah sangat putus asa, karena terancam tidak dapat melanjutkan pendidikanku.
Aku memang bukan anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu. Aku bisa dengan mudah membuka usaha atau menghamburkan uang orangtuaku. Tapi aku tidak ingin melakukannya. Aku ingin berpendidikan tinggi, lebih tinggi dari orangtua ku. Agar mereka bangga melihatku sukses dengan jalan yang kini aku pilih.
Di setiap sujudku, aku selalu berdoa agar mami dan papi diberikan kesehatan dan waktu yang lebih lama lagi. Aku ingin melihat mereka tersenyum bangga. Aku ingin melihat mereka menangis haru ketika aku memakai toga kelak.
Tapi, kini aku hanya dapat berusaha mewujudkannya. Kuliah yang aku jalani tidak semulus yang aku bayangkan. Tantangan demi tantangan aku hadapi dengan susah payah. Nilaiku tidak sebaik yang aku harapkan. Aku lelah dan letih.
Cibiran demi cibiran aku terima dengan tangis yang harus aku telan sendiri. Teman-teman yang dahulu sangat dekat denganku, pergi menjauh. Semua karena uang, mereka pergi karena aku tidak lagi seperti dulu. Kini aku mengerti, sahabat sejati adalah mereka yang selalu berada di sisimu saat senang maupun susah. Mereka yang tidak akan meninggalkanmu apapun kondisi yang kamu alami, yang selalu mendukungmu dan menangis bersamamu dan mereka yang berkata pedas di depanmu dan berkata manis di depan orang lain.
Aku tahu semua ini adalah ujian kehidupan dari Tuhan. Aku juga mengerti betapa sulitnya kondisi ekonomi keluargaku. Tapi aku tetap berusaha mewujudkan keinginan orangtuaku. Menjadi sarjana hukum yang dapat membawa negara ini kepada keadilan. Ya, aku meninggalkan semua hal yang aku sukai demi orangtuaku.
Dunia fashion yang sangat aku cintai, kini aku tinggalkan. Pekerjaan yang dulu aku geluti pun kini aku tinggalkan. Memang tidak sepenuhnya aku menjauh dari dunia yang sangat aku cintai itu. Pacarku, dia yang kini kerap mengajakku pemotretan untuk tugas kuliahnya.
Dia adalah laki-laki yang menjagaku ketika papi jauh dariku. Mendukung setiap hal yang aku lakukan. Memberikan nasehat ketika aku salah. Dia yang menjadi alasanku untuk kembali bangkit dari keterpurukan ini. Aku terpuruk dan hampa tanpa dirinya.
Aku tahu mami selalu berusaha menjodohkan aku pada laki-laki pilihannya. Tapi aku memilih pacarku, aku mengenal dia dengan pribadinya yang riang. Banyak masalah yang dia hadapi, tapi dia tidak pernah lelah memberikan semangat untukku. Dia juga tak pernah lelah menghapus setiap tetes air mataku.
Dia adalah rumah keduaku, tempatku berkeluh kesah di kota ini. Dia bukan hanya sekedar pacar, tapi dia adalah kakak, sahabat bahkan teman berbagi di saat sulit dan senang. Dia yang kembali mengangkatku dari kehampaan. Mengisi hariku dengan derai tawanya.
Dia adalah semangatku. Aku akan selalu berusaha membuktikan bahwa pilihanku tidak salah. Apa yang orangtuaku takutkan tidak akan menjadi kenyataan. Karena usahaku untuk menunjukan bahwa aku bisa dan mampu membuat mereka bahagia.
Memang sulit untuk menumbuhkan kepercayaan itu. Tapi aku akan selalu berusaha. Kejadian yang dulu pernah aku alami akan selalu mendewasakanku.
Beberapa tahun yang lalu, aku telah dilamar seorang laki-laki pilihan mami. Tapi semua itu hancur beberapa bulan sebelum pernikahan. Dia pergi bersama seorang perempuan pilihan ibunya. Memutuskan hubungan kami dengan sepihak. Tapi aku tidak berputus asa. Aku mencoba bangkit dan inilah aku kini.
Semua hal yang pernah aku alami menjadikan aku semakin dewasa dan mengerti arti kehidupan. Aku dulu memang memiliki kehidupan yang sangat bebas. Aku pernah terjerumus ke dalam dunia gelap. Itu yang membuat kuliahku hancur.
Tapi kini aku berusaha bangkit dan meninggalkan dunia kelam itu. Aku ingin membanggakan orangtuaku. Aku tidak ingin membuat mereka kecewa dan kecewa lagi karena kelakuan burukku di masa lalu. Aku tak lagi menginginkan orang lain mengisi hariku. Aku ingin fokus dan berdiri dengan kaki.
Menopang setiap tantangan yang harus aku lalui. Mengukir masa depanku dengan indah. Aku akan berusaha mewujudkannya agar orangtuaku bangga melihatku berdiri sendiri. Aku selalu bercita-cita untuk dapat berdiri di depan dan berkata, inilah aku.